Salah satu sosok individu di dalam Al-Quran yang membuat saya tertarik adalah Nabi Musa AS. Kisahnya disebutkan di beberapa bagian dalam Al-Quran. Dalam tulisan ini terdapat kisah yang ingin saya bagi dengan anda dimana kisah tersebut terdapat dalam surat ke-20 Al-Quran, yaitu surat Thaha.
Dikisahkan bahwa Musa AS sedang dalam perjalanan dengan keluarganya. (20:9) وهل اتاك حديث موسى . Yang artinya : “Apakah telah sampai padamu kisah Musa ?”. Ini adalah cara yang mengagumkan untuk memulai cerita dimana kata حديث dalam bahasa arab berarti “sesuatu yang baru”. Allah SWT ingin menunjukkan suatu bagian dari kisah nabi Musa AS yang belum pernah diceritakan sebelumnya.
(20:10) اذ راى نارا فقال لاهله امكثوا اني انست نارا لعلي اتيكم منها بقبس او اجد على النار هدى
“Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: ‘Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu.'”. Secara logika bisa kita bayangkan beberapa orang berjalan bersama-sama dalam keadaan gelap gulita, kemudian ada api di atas gunung. Siapa kira-kira yang bisa melihat api tersebut ? Tentu semua orang bisa melihatnya. Akan tetapi kalimat di dalam ayat tersebut adalah امكثوا اني انست نارا yang artinya “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api”. Tata bahasa (Grammar) tersebut menunjukkan bahwa hanya Musa AS yang bisa melihat api itu. Karena اني digunakan dalam bahasa arab untuk meyakinkan seseorang akan sesuatu (benda / kejadian). Mengapa bisa begitu ? Karena Allah membuat api tersebut agar hanya Musa AS saja yang bisa melihatnya. Pertemuan ini Allah atur khusus untuk Musa AS.
Kemudian Musa AS menaiki gunung tersebut dengan sedikit terburu-buru karena dia sedang meninggalkan keluarganya di tengah padang pasir yang gelap. (20:11) فلما اتاها نودي يا موسى yang artinya “Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: ‘Hai Musa'”. Bisa kita bayangkan ketika kita berusaha susah payah memanjat gunung lalu ada suara yang memanggil nama kita. Sudah pasti kita terkejut dan sedikit ketakutan. Begitu pula nabi Musa AS.
Lalu apa yang pertama kali dikatakan Allah ? (20:12) اني انا ربك فاخلع نعليك انك بالواد المقدس طوى “Sesungguhnya aku ini Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa”. Ini adalah fenomena yang menarik dimana kepada Rasulullah Muhammad SAW, Allah memberikan perintah, baru kemudian menyebutkan “Aku ini Tuhanmu”. Akan tetapi kepada nabi Musa AS, Allah menyebutkan “Aku ini Tuhanmu”, baru kemudian memberikan perintah “maka tinggalkanlah terompahmu”. Dan sekarang Musa AS menjadi sedikit kebingungan serta merasa berada di tempat yang salah. Tetapi Allah SWT memastikan dia ada di tempat yang benar.
(20:13) وانا اخترتك فاستمع لما يوحى “Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)”.
Ayat tersebut cukup menarik karena dalam bahasa arab, kata اخترتك berati “Aku telah memilihmu”. Sedangkan Allah SWT berkata وانا اخترتك . Jadi kata “Aku” disebutkan dua kali. Tujuan penyebutan subjek sebanyak dua kali dalam bahasa arab adalah untuk menciptakan ke-khusus-an atau ke-eksklusif-an. Bisa disimpulkan bahwa datangnya Musa AS ke puncak gunung bukanlah kemauan Musa AS sendiri, tetapi karena Allah lah yang membuat dia (Musa AS) datang ke puncak gunung tersebut. Ini sepenuhnya sudah Allah rencanakan sebelumnya.
Kemudian ada kata إخْتِيَارٌ. Dimana kata tersebut berasal dari kata خير yang artinya bagus / baik. Allah secara khusus menggunakan kata tersebut memilih sesuatu yang baik. Para ulama mengatakan bahwa Musa AS dalam keadaan merasa bersalah telah membunuh suatu individu / orang. Dia tidak bisa melupakan itu dan merasa dirinya tidak baik. Akan tetapi Allah bisa melihat kebaikan dalam diri Musa AS meskipun dia tidak bisa melihat kebaikan dalam dirinya sendiri. Dan Allah kemudian mengatakan فاستمع لما يوحى “Maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)”.
Sumber : Lessons from the Story of Musa (as) by Nouman Ali Khan