Rabu , April 2 2025
JalanDakwah.info

Politik Islam : Pengangkatan Gubernur Didalam Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,

أَلاَ مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ، فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئاً مِنْ مَعْصِيَةِ اللّهِ، فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللّهِ، وَلاَ يَنْزِعَنَّ يَداً مِنْ طَاعَةٍ

Artinya : Ingatlah! Siapa saja yang telah diangkat atas dirinya seorang wali, lalu ia melihat wali itu melakukan sesuatu berupa kemaksiatan kepada Allah, hendaklah ia membenci wali itu karena kemaksiatannya kepada Allah, namun ia tidak boleh mencabut tangan dari ketaatan kepadanya/melakukan pemberontakan.(HR.Muslim).

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saudaraku seiman, Segala puji hanyalah milik Allah Subhana wa ta’ala. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kpada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallan, para keluarganya, sahabat2 nya dan ummatnya yang istiqomah diatas sunnahnya hingga hari kiamat kelak.

Tausiyah group BBM dan WA pagi ini akan membahas tentang Wali atau Gubernur didalam sistem politik Islam agar kita mengenal dan memahami sistem politik didalam Islam.

Mengutip berita harian Batam Pos, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menetapkan pasangan Muhammad Sani dan Nurdin Basirun, sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, berdasarkan pemilihan kepala daerah 2015.

Penetapan yang diresmikan melalui sidang pleno terbuka pada Sabtu (23/1) kemarin di aula Asrama Haji ini, merupakan pernyataan yang mengesahkan pasangan Sani-Nurdin atau yang lebih dikenal dengan pasangan SANUR sebagai pemenang dengan perolehan suara total sebanyak 347.515 suara. Ini sekaligus memastikan Sani bakal melanjuntukan kepemimpinannya di Provinsi Kepri untuk periode kedua.

Sementara itu dalam pleno KPU, Ketua  KPU Kepri, Said Sirajudin mengatakan, penetapan pemenang Pilgub sempat tertunda selama sebulan, dikarenakan adanya gugatan dari pasangan calon SAH melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi gugatan yang mrk layangkan itu bukanlah halangan, itu hak mereka.(Sumber : Batam Pos, 24 January 2016).

Gelar Kepala Daerah Didalam Islam

Sulthan merupakan istilah bahasa Arab yang berarti Sultan, raja, penguasa, keterangan atau dalil. Sultan kemudian dijadikan sebutan untuk seorang raja atau pemimpin muslim yang memiliki suatu wilayah kedaulatan penuh yang disebut “Kesultanan”. Dalam bahasa Ibrani “Shilton” atau “Shaltan” berarti wilayah kekauasaan atau rezim.(http//id.wikipedia.org/wiki/sultan).

Sulthan berbeda dengan Khalifah yang dianggap sebagai pemimpin untuk keseluruhan umat Islam. Gelar Sultan biasanya dipakai sebagai pemimpin kaum muslimin untuk bangsa atau daerah kekuasaan tertentu saja atau sebagai raja bawahan atau gubernur bagi khalifah atas suatu wilayah tertentu.(Ensiklopedi Islam, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid 4 hal 291, 2011).

Berdasarkan sunnah Rasulullah SAW dan ijmak sahabat dpt diketahui bhw wali (gubernur) dan ‘amil (setingkat bupati/walikota) ditunjuk dan diangkat oleh seorang Khalifah atau Imam. Al-imam Ibnu Hazm rahimahullahu menjelaskan bhw Rasulullah SAW mengangkat para wali dan ‘amil. Diantara wali dan ‘amil yang diangkat : Muadz bin jabal r.a diangkat menjadi wali di Yaman, Uttab bin usayd r.a untuk wali di Makkah, Amr bin ash r.a wali di Oman Utsman bin Abu Al-ash Ats-tsaqafi r.a untuk wali di Thaif dsb.(Kitab Jawami’ As-sirah pada topik Umara’uhu shallallahu ‘alaihi wa sallam hal 23-24).

Wali adl orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai pejabat pemerintah untuk suatu wilayah Provinsi. Negeri yang diperintah oleh negara Khilafah dibagi dalam bbrp bagian dan setiap bagian disebut wilayah. Setiap wilayah dibagi dalam bbrp bagian dan setiap bagian disebut imalah. Karena para wali adl penguasa maka mrk hrs memenuhi syarat2 sebagai penguasa yaitu : hrs seorang laki2, muslim, baligh, berakal, merdeka, adil dan memiliki kemampuan. Wali tdk diangkat kecuali oleh Khalifah. Dasar adanya jabatan Wali adl perbuatan Rasulullah SAW karena beliau yang tlh mengangkat para wali untuk berbagai negri. Rasulullah SAW mengangkat Muadz bin Jabal r.a sebagai wali diwilayah Janad, Abu Musa Al-ash’ari r.a sebagai wali diwilayah zabid dan ’Adn. (Ref : Kitab Ajhizah Ad-daulah Al-khilafah hal 119).

Pengangkatan Wali atau Gubernur dan ‘Amil atau Bupati didalam Islam langsung dipilih langsung oleh Khalifah bukan dipilih oleh rakyat. Tentunya pilihannya hrs memenuhi kriteria pemimpin sesuai dengan hukum syara’ bukan atas dasar kepentingan penguasa. Bentuk pengangkatan model seperti ini lebih efektif dan efisien tanpa banyak membuang waktu dan biaya serta meminimalisir terjadinya konflik kepentingan.

Seorang Khalifah jg memiliki hak untuk memberhentikan Gubernur (Wali) dan Bupati (Amil). Hal ini dpt dilihat dari perbuatan (af’al) Rasulullah SAW ketika mengangkat para wali. Nabi SAW mengangkat Mu’adz bin jabal r.a sebagai wali di Yaman. Beliau SAW juga yang memecat wali, sebagaimana beliau lakukan thp Al-A’la bin al-Hadhrami r.a, yang ketika itu menjadi wali di Bahrain karena ada pengaduan tentang dirinya dari penduduk setempat maka ia diberhentikan.

Hal Ini menunjukkan bhw seorang wali jg bertanggung jawab kpada penduduk setempat, sebagaimana dia bertanggung jawab kpada khalifah dan Majelis Umat karena Majelis Umat merupakan perwakilan umat dari seluruh wilayah. Ini dalil yang berkaitan dengan pengangkatan, pemberhentian dan pertanggung jawaban para wali.

Bila seorang Khalifah mengangkat seorang Wali atau Gubernur yang tdk berkompeten maka ada lembaga Majelis ummat sebagai lembaga representatif ummat untuk mengoreksi dan mengontrol Khalifah didalam menjalankan tugas2 nya shg ia dpt menggantinya dengan yang lebih baik.

Begitu mulia dan sempurnanya ajaran Islam yang memiliki aturan yang jelas tentang tatanan kehidupan manusia mulai dari aqidah, ibadah, akhlaq hingga masalah politik. Semoga sistem politik Islam yakni sistem Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian dpt kembali terwujud diterapkan sebelum hari kiamat tiba.

Wallahu a’lam

By : Tommy Abdillah

 

Tentang Tim Jalan Dakwah