Pelajaran Hadist Hari Ini :
Diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin? Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya bersabda :
“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.(HR.Muslim No.1825).
Note : Assalamu’alaikum Wr.wb. Saudaraku seiman, Kenikmatan dunia beserta isinya adalah manis lagi nikmat sehingga banyak manusia berlomba – lomba untuk meraihnya. Hukum asalnya meraih kenikmatan dunia adalah dibolehkan oleh Allah Subhana wata’ala selama meraihnya dengan cara yang halal lagi baik sesuai dengan firman-Nya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.(QS.Al-qashsas:77). Diantara kenikmatan dunia adalah meraih kedudukan, pangkat dan jabatan yang tinggi. Dengan jabatan yang tinggi ia akan dihormati, dimuliakan, dilayani dan difasilitasi seluruh keperluan maupun kebutuhan hidupnya bahkan ia akan menumpuk harta kekayaan. Tak heran untuk meraih hal itu semua ia berani mempertaruhkan segala sesuatunya, meskipun menghalalkan segala cara demi terwujudnya keinginan menjadi pejabat.
Abu Bakar ath-Tharthusi dalam Sirâj al-Muluk menjelaskan, Rahasia didalam hal itu adalah bahwa kekuasaan (jabatan) adalah amanah dan pengelolaan jiwa para makhluk dan harta mereka. Memburu amanah adalah bukti dari sikap khianat. Tidak lain yang meminta jabatan itu adalah orang yang ingin memakannya. Jika seorang yang khianat diamanahi posisi – posisi amanah maka itu seperti meminta serigala untuk menggembalakan domba. Dari hal itu maka rusaklah hati rakyat terhadap penguasanya. Pasalnya, jika hak – hak mereka hancur dan harta mereka dimakan maka rusaklah niat mereka dan lisan mereka mengucapkan doa dan pengaduan atas penguasa mereka.
Didalam hadist di atas terkandung 2 larangan. Pertama: larangan untuk meminta jabatan. Kedua: larangan memberikan jabatan kepada orang yang meminta atau mengejar dan berambisi atas jabatan itu.
Kedua larangan tersebut menurut kebanyakan ulama tidak menunjukkan haram, namun menunjukkan karahah (makruh). Para ulama besar dulu seperti Imam Abu Hanifah dan Imam asy-Syafii menolak keras ketika diberi jabatan. Sebaliknya, kekuasaan dan jabatan hendaklah tidak diberikan kepada orang yang memintanya, apalagi masih ada orang lain yang layak untuk jabatan itu. Pemberian jabatan itu harus didasarkan pada ketakwaan dan kemampuan serta penerimaan masyarakat.
Jabatan dapat bernilai ibadah bila didapat dengan cara yang benar, dipergunakan untuk menegakkan agama Allah yakni menerapkan syari’at-Nya, menghancurkan kemaksiatan dan kebathilan serta mendakwahkan ajaran Islam yang mulia.
Wallahu a’lam
By : Tommy Abdillah