Rabu , Desember 4 2024
JalanDakwah.info

Bai’at : Metode Pengangkatan Khalifah Islam

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Pelajaran Ayat Al-Qur’an Hari Ini :

Allah Subhana Wa Ta’ala Berfirman,

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَتَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Artinya : “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”(QS.Al-Fath :18).

Note : Assalamu’alaikum Wr.wb. Saudaraku seiman, Segala puji hanyalah milik Allah SWT. Shalawat & salam senantiasa tercurahkan kpd Rasulullah Muhammad SAW, kpd para keluarganya & para sahabatnya.

Tausiyah group WA & BBM pagi ini akan membahas tentang politik Islam (Siyasah syar’iyyah) yaitu masalah Bai’at. Tak jarang kita mendengar tentang kalimat bai’at, sprti pernyataan sy tlh berbai’at kpd imam atau amir pimpinan organisasi A atau gerakan da’wah B. Kemudian orang yg tdk berbai’at kpd imamnya dikatakan matinya sprti mati jahiliyah. Apakah bai’at dpt dipergunakan utk ruang lingkup kelompok jama’ah atau hanya diperuntukkan utk metode pengangkatan seorang kepala negara Islam atau Khalifah Islam saja?

Islam adl agama yg paling sempurna. Kesempurnaan Islam ini tampak jelas dari syari’ah yg dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW.  Syari’ah Islam tdk hanya berisikan tentang fikrah (konsep) tp jg memiliki thariqah (metode penerapannya) shg ketika hukum syara’ mewajibkan umat Islam mengangkat seorang Khalifah maka hukum syara’ jg tlh menetapkan thariqah baku yg hrs ditempuh dlm proses pengangkatan seorang kepala negara.

Bai’at adl berjanji setia kpd seorang Khalifah Islam utk mendengar & mentaati perintahnya setelah ia terpilih menjadi Khalifah. Bai’at itu ada 2 yaitu : Bai’ah al-in’iqad & bai’ah ath-tha’ah (Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, Kitab Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah jilid II, hal. 44). Hal yg sama jg disebutkan oleh ath-Thabari, Ibnu Hisyam, Ibnu Qutaibah & al-Qalqasyandi. Ibnu Hisyam berkata bhw baiat kaum muslimin thp Abu Bakar r.a. di Syaqifah bani saidah adl sbg bai’ah al-‘iniqad. Setelah itu orang2 membaiat beliau sebagai bai’ah al-‘ammah atau bai’ah ath-tha’ah (Khalidi, Baiat dalam Persepektif Pemikiran Islam)

Baiat in’iqad (bai’ah al-in’iqad) adl baiat pengangkatan atau penyerahan Kekhilafahan. Dgn baiat ini, orang yg dibaiat sbg pemilik kekuasaan berhak utk ditaati. Dgn kata lain, baiat in’iqad merupakan akad Khalifah yg hrs dilakukan dgn kerelaan & pilihan. Kerelaan itu hrs ada, baik dari yg membaiat maupun dari yg dibaiat. Dgn demikian, orang yg dibaiat itu tdk dikatakan sah menjadi kepala negara (Khalifah) kecuali setelah dibaiat dgn baiat in’iqâd. Dalam peristiwa pembaiatan Abu Bakar siddiq r.a., Imam Asy-Syaukani mengatakan,

Saat para Sahabat menjadikan Abu Bakar Siddiq r.a sbg Khalifah , mereka menyerahkan Kekhilafahan kepada Abu Bakar r.a berdasarkan ijmak sahabat (konsensus) mereka yg hadir. Meskipun ada beberapa Sahabat yg tdk ikut dlm pembaiatan Abu Bakar r.a di Saqifah bani saidah krn mrk  tlh berada di sejumlah daerah sebelum Nabi SAW. wafat & bahkan ada sejumlah Sahabat yg di Madinah jg tdk ikut dlm pembaiatan tersebut, hal itu tdk berpengaruh terhadap apa yang telah disepakati oleh mayoritas (Asy-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilmi al-Ushul, I/418).

Artinya, baiat in’iqad thp Abu Bakar siddiq r.a. di Saqifah bani sai’dahadl sah sekalipun tdk diikuti oleh semua Sahabat. Pasalnya, mereka yg membaiat adl para tokoh masyarakat yg pendapat & pemikirannya dihormati serta dikenal sbg orang2 yg memelihara keterikatan kuat dgn hukum syari’ah. Dengan kata lain mrk adl ahlul hall wal ‘aqd atau ahlul ikhtiyâr (orang2 pilihan & terpandang).

Sehubungan dengan hal ini, Imam an-Nawawi berkata, “Akad Khalifah itu dinyatakan sah hanya dgn baiat, yg lbh baik dilakukan melalui baiat ahlul hall wal ‘aqdi, di mana mereka itu mudah utk berkumpul.” (An-Nawawi, Nihâyah al-Muhtâj ila Syarhi al-Minhâj,VII/390).

Sejalan dgn ini pendapat Imam al-Mawardi mengenai eksistensi ahlul ikhtiyâr (orang2 pilihan & terpandang), Mereka dpt dijadikan hujjah & dgn baiat mereka ini diserahkan Kekhilafahan.(Al-Mawardi, al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hal. 15).

Dalil bhw baiat in’iqâd menjadikan orang yg dibaiat sbg kepala negara adl fakta dlm pembaiatan keempat Khulafaur Rasyidin, karena itu merupakan Ijmak Sahabat. Misalnya, pembaiatan Abu Bakar r.a. cukup dgn baiat ahlul hall wal ‘aqdi yg dilakukan di Madinah saja. Pembaiatan Umar bin Khaththab r.a. & Utsman bin Affan r.a cukup dgn mengambil pendapat & baiat kaum muslimin di Madinah saja. Pembaiatan Ali bin abi thalib r.a cukup dgn baiat mayoritas penduduk Madinah & Kufah. Ini semua menunjukkan bhw bukan suatu keharusan adanya baiat seluruh kaum muslimin hingga baiat in’iqâd dpt dikatakan sah, namun cukup dgn baiat mayoritas yg dpt mewakili kaum muslimin. Adapun yang lain, jika membaiat, maka baiatnya adalah bai’ah ath-thâ’ah, baiat taat (An-Nabhani, Muqaddi-mah ad-Dustûr, hlm. 127).

Sedangkan baiat taat adl baiat dari mayoritas kaum muslimin kpd orang yg tlh selesai dibaiat dgn baiat in’iqâd (baiat pengangkatan). Sebab, demikianlah praktik yg pernah terjadi dalam pembaiatan Khulafaur Rasyidin. Mengingat akad Khalifah (baiat‘iniqâd) dilakukan melalui baiat mereka yg berada di ibukota negara saja, selanjutnya Khalifah dibaiat oleh seluruh kaum muslimin yg lain.

Ibnu Qutaibah berkata, pd hari yg sama ketika Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar siddiq r.a. dibaiat sbg baiat in’iqâd di Saqifah Bani Sa’idah bin Ka’ab bin al-Khazraj, kemudian besoknya, pada hari Selasa, ia dibaiat dengan baiat umum, yakni baiat taat (Ibnu Qutaibah, Al-Ma’ârif, hlm. 74).

Sebuah riwayat hadist dari Ubadah Bin Shamit r.a ia berkata,

«بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا لاَ نَخَافُ فِي اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ»

Artinya : “Kami telah membai’at Rasulullah SAW utk setia mendengarkan dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yg kami senangi maupun tidak kami senangi & agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin, juga agar kami menegakkan atau mengatakan yg haq di manapun kami berada & kami tidak takut karena Allah terhadap celaan orang2 yg mencela.”(HR.Bukhari).

Nash Al-qur’an & hadist diatas dgn tegas menyatakan bhw metode mengangkat seorang kepala negara Islam atau Khalifah adl dibai’at bukan disumpah dgn menggunakan Al-qur’an sebagaimana pengangkatan seorang Presiden dlm sistem Demokrasi. Sehubungan dgn hal ini, Imam an-Nawawi rahimahullahu berkata: Akad Khalifah itu dinyatakan sah hanya dgn baiat. (An-Nawawi, Nihâyah al-Muhtâj ila Syarhi al-Minhâj, VII/390).

Ancaman ketika tdk ada bai’at atas seorang Khalifah Islam maka Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةً لَهُ وَ مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

Artinya : Siapa saja yg melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat kelak tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yg mati sedang di pundaknya tidak terdapat baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyah (HR.Muslim).

Tentang hadist bai’at diatas Imam An-Nawawi rahimahullahu didlm kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan tentang makna miitatan jahiliyah  Imam Asy -Syaukani rahimahullahu didlm kitab Nailul Authar menjelaskan :

وَالْمُرَادُ بِالْمِيتَةِ الْجَاهِلِيَّةِ وَهِيَ بِكَسْرِ الْمِيمِ أَنْ يَكُونَ حَالُهُ فِي الْمَوْتِ كَمَوْتِ أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ عَلَى ضَلَالٍ وَلَيْسَ لَهُ إمَامٌ مُطَاعٌ لِأَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَعْرِفُونَ ذَلِكَ ، وَلَيْسَ الْمُرَادُ أَنْ يَمُوتَ كَافِرًا بَلْ يَمُوتَ عَاصِيًا .

“Dan yg dimaksud dengan miitatan jahiliyah dengan huruf ‘mim’ yg dikasrahkan adl dia mati dalam keadaan seperti matinya ahli jahiliyah yg tersesat di mana dia tdk memiliki imam yg ditaati karena mrk tdk mengenal hal itu & bukanlah yg dimaksud matinya kafir tetapi mati sbg orang yg bermaksiat.” (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 7/171. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah).

Semoga kita diberi kesempatan oleh Allah SWT utk membaiat seorang Khalifah Islam sesuai dgn manhaj kenabian sebelum ajal kematian kita tiba agar kita tdk disifat mati dlm keadaan seperti orang2 jahiliyah.

Wallahu a’lam

By : Tommy Abdillah

Tentang Tommy Abdillah

Founder Majelis Ilmu Ulin Nuha, Founder Rumah Tahfidz Al-Quran Ulin Nuha Medan, Praktisi Ruqyah Syar'iyyah As-syifa' Medan, Admin Taushiyah Group Whatsapp, Penulis buku Taushiyah Group BBM, Taushiyah Senja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *