DI ERA media sosial seperti sekarang, handphone seringkali menyita waktu. Di kawasan Depok, kalau kita mau perhatikan perilaku remaja zaman sekarang, mereka yang ke sekolah dibonceng sepeda motor oleh orang tuanya tak henti-henti menatap layar handphonenya. Tangannya aktif ‘menari’ dengan kepala tunduk penuh ‘konsentrasi.’
Sementara itu, dikalangan mahasiswa juga sama. Pernah suatu ketika sekelompok mahasiswi kumpul di sebuah kafe di seputaran kampus di kawasan Pasar Minggu. Setelah basa-basi, ternyata mereka bukannya bercengkrama, suasana sontak hening. Bukan karena mereka sedang membaca sesuatu, tetapi masing-masing asyik menatap layar handphonennya.
Kira-kira itulah pemandangan umum kehidupan remaja kita di kota besar. Gak di motor, di kafe, di kendaraan umum, bahkan kereta, mayoritas remaja kita asyik sekali dengan gad-getnya. Mereka seperti sedang menemukan dirinya kala berinteraksi dengan smartphone.
Padahal, sejumlah penelitian menyebutkan bahwa terlalu lama bergad-get ria, remaja rentan terkena banyak masalah, seperti susah tidur, kualitas konsentrasi yang menurun, sampai pada perhatian yang salah dan sulit hidup teratur atau disiplin.
Mungkin inilah trend zaman. Tetapi bagaimanapun kita ini Muslim yang memiliki orientasi hidup tak hanya dunia, tetapi juga akhirat. Dalam konteks ini kita perlu meningkatkan kualitas diri secara integral, jasmani-ruhani.
Oleh karena itu, gaul, sesuai zaman – sejauh tidak melanggar syariat – why not? Boleh-boleh saja, asalkan wajar alias tidak berlebihan. Apalagi, sebagai Muslim kita punya kewajiban penting yang mesti diasah setiap hari. Seperti membaca Al-Qur’an, mengikuti kajian keilmuan dan memahami shirah nabawiyah.
Membaca Al-Qur’an
Harus disadari, Muslim itu butuh membaca Al-Qur’an. Bukan karena semata-mata perintah Allah Ta’ala dan keutamaan pahalanya di akhirat. Tetapi juga dikarenakan Al-Qur’an ini sangat penting dalam kehidupan kita.
Coba lihat perilaku remaja sekarang. Sedikit masalah, curhat. Syukur kalau curhat sama orang yang tepat. Nah, ini curhat di media sosial. Tak jarang loh, gara-gara curhat berujung pada penyesalan.
Mengapa remaja sekarang mudah sekali narsis dan curhat? Jawabannya mungkin bisa beragam. Namun satu di antara hal yang pasti adalah, mereka belum membiasakan diri membaca Al-Qur’an secara sungguh-sungguh.
Kalaulah mereka membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh setiap hari, maka tidak perlu hati mereka galau, resah apalagi sebentar-sebentar mau narsis. Mengapa? Ada ketenangan di dalam batin mereka. Dan, ketenangan ini hanya akan diperoleh manakala kita memang membaca dengan sungguh-sungguh. Bukan sekedar hatam, tetapi meresapi maknanya.
Nah, kalau seharian, baca Al-Qur’an kita tinggalin, lantas berharap kebahagiaan darimana? Sementara Al-Qur’an itu adalah obat dan rahmat dari Allah Ta’ala. Mestinya, Al-Qur’an ini yang paling sering kita lihat, ketimbang layar handphone. Jadi, mulailah berpikir, utamanya bagaimana membiasakan diri membaca Al-Qur’an setiap hari.
Sampai-sampai dalam satu kesempatan taushiyahnya, seorang dai kondang di negeri ini pernah berkata, “Kalau saja kita bisa menatap Al-Qur’an seperti kita menatap layar handphone kita, black berry kita, saya jamin, satu tahun hafal Qur’an 30 juz.”
Mengakrabi Kajian Ilmu
Hal yang tidak kalah penting setelah berusaha membiasakan diri membaca Al-Qur’an setiap hari adalah mengikuti kajian keilmuan. Entah itu di masjid, di sekolah atau di kampus. Kita harus punya rasa haus yang tinggi akan masalah ilmu ini.
Mengapa ada sebagian dari remaja Muslim-Muslimah yang terjerembab pada budaya tidak sehat, satu sebab utamanya adalah karena minim ilmu. Ketiadaan ilmu memang rentan menyeret manusia pada kebinasaan.
Memang benar, di internet sudah tersedia banyak artikel yang mengkaji beragam bahasan penting dalam Islam. Tetapi, belajar dengan menghadiri majelis ilmu tidak sama dengan belajar via internet. Selain ada keutamaan yang jauh lebih bernilai, majelis keilmuan juga memperkenalkan kita dengan banyak orang, sehingga memungkinkan terjalin silaturrahim yang menyelamatkan kita dari sisi pergaulan yang salah.
Oleh karena itu, jangan malu apalagi gengsi untuk pergi ke masjid mengikuti kajian keilmuan. Ingat, ilmu itu penting bukan untuk siapa-siapa. Semua itu penting demi kehidupan kita sendiri. Maka jangan sia-siakan hidup dengan tidak mencintai majelis keilmuan.
Belajar Shirah Nabawiyah
Ada sebuah ungkapan menarik, “Islam memang bersumber dari Qur’an dan Hadits. Tetapi keduanya akan semakin hidup manakala kita juga memahami shirah nabawiyah. Sebab, bagaimana Qur’an dan Hadits itu dimanivestasikan, shirah nabawiyah-lah yang meneladankan.”
Dengan demikian, satu hal yang tidak boleh terlewatkan dalam agenda harian kita adalah bagaimana memahami shirah nabawi. Misalnya, kala nabi mendapat cemoohan dari orang lain, apakah beliau membalasnya atau memaafkannya.
Kalau membaca ayat yang memerintahkan kita untuk memaafkan, mungkin hati kita masih belum bisa menerima secara utuh apa untungnya memaafkan kesalahan orang. Tetapi, kalau kita lengkapi dengan mempelajari shirah nabawiyah, insya Allah hati kita akan mantab memilih memaafkan. Jadi, pelajarilah shirah nabawiyah setiap hari.
Sahabat, inilah tiga hal penting yang mesti kita lakukan setiap hari. Rahasia kesuksesan kita ditentukan oleh apa yang kita lakukan dalam keseharian kita. Dan, tidak pernah ada soerang pun bisa melakukan sebuah kebaikan dan kemanfaatan tanpa latihan setiap hari.
Jadi, demi masa depan dunia-akhirat kita, apalagi yang kita pikirkan untuk bersegera melatih diri melakukan tiga hal ini? Wallahu a’lam.*