Oleh : Tommy Abdillah, ST
Artikel telah dimuat di harian Batam Pos rubrik opini pada tgl 13 February 2015
Secara ilmiah menarik untuk menanggapi tulisan Saudara Sudirman dianto, SHI pada opini Batam Pos edisi Jum’at, 30 January 2015 yang lalu bertajuk Islam dan kebebasan. Tulisan ini bertujuan sebagai otokritik konstruktif lagi sehat dalam khazanah pemikiran Islam. Kehadiran agama Islam pada 14 abad yang lalu yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW mengalami perkembangan yang luar biasa. Perkembangan yang mampu membawa perubahan peradaban dunia pada puncak yang gemilang (Islamic golden age) kurang lebih selama 12 abad. Dalam perjalanan perkembangan dakwah Islam hingga tersebar keseluruh dunia berimplikasi dengan benturan pemikiran dua kutub yang berbeda yaitu antara memahami islam dalam perspektif barat dan memahami islam dalam perspektif murni dari sumber ajaran Islam sendiri.
Islam dan kebebasan
Dalam artikel Islam dan kebebasan disebutkan oleh penulis, umum diketahui bahwa watak dasar fikih terkadang lebih banyak bersifat mengekang dari pada membebaskan dominan meringkus dimensi kebebasan dari pada mendidik hidup secara bebas bertanggung jawab. Para ahli fikih pada dasarnya adalah kaum legalis atau pembuat hukum legal formal yang sehari-hari bertugas memikirkan tentang legalisasi hukum. Watak kaum legalis sangat berbeda dengan watak kaum pembebas emansipator. Kaum legalis bertugas membuat batasan-batasan antara yang boleh dan tidak boleh, dan senantiasa berada pada posisi kehati-hatian. Dengan begitu ada kecenderungan mengekang dari pada membebaskan.
Pernyataan ini perlu ditanggapi dengan serius karena pemikiran ini berbahaya yang menganggap bahwa Islam dengan ajarannya bersifat kaku dan mengekang manusia. Sesungguhnya Islam tidak pernah mengekang manusia dalam menentukan sikap dan perbuatannya akan tetapi Islam mengatur bagaimana memenuhi tuntutan naluri (gharizah) yang diekspresikan dengan amal perbuatannya. Sebab dalam konsep aqidah Islam tidak ada satupun ucapan dan perbuatan seorang hamba kecuali kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT pada yaumul hisab. Dalam hal ini ditegaskan oleh Allah SWT didalam Al-Quran, Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS.Al-isra’:36). Al-imam Ibnu katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya maksudnya masing-masing dari semua itu ditanya tentang apa yang dilakukannya. Hati ditanya tentang apa yang dia pikirkan dan dia yakini. Pendengaran dan penglihatan ditanya tentang apa yang dia lihat, dan pendengaran ditanya tentang apa yang ia dengar. Semua anggota tubuh akan diminta pertanggungjawaban di hari kiamat.(Tafsir Ibnu katsir Juz 14 hal 214)
Kebebasan yang diagung-agungkan oleh kaum liberal untuk membebaskan diri dari kungkungan syari’at Islam benar-benar dapat menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang sesungguhnya bahkan dapat merusak aqidah islam. Bila manusia tidak mau diatur oleh aturan sang pencipta maka Rasulullah SAW bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata : Ya Muhammad hiduplah sesukamu karena engkau akan mati,cintailah siapa yang kamu mau karena engkau akan meninggalkannya, beramallah sesukamu karena engkau akan dibalas dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mu`min pada qiyamul-lail dan Izzahnya pada kemandiriannya.(HR.Thabrani dalam kitab Jami`ul Awshat)
Sesungguhnya Allah SWT menurunkan agama Islam untuk menyempurnakan agama samawi sebelumnya. Allah SWT berfirman, Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.(QS.Al-maidah:3).
Definisi Islam secara terminologi adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada baginda Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya dan hubungan manusia dengan sesama manusia yang lain.(Al-islam wa idiulujiyatu al-insan, DR.Samih Athif Az-zein hal 66). Definisi ini diambil dari beberapa nash syara’ baik Al-quran maupun Al-hadist. Definisi ini sendiri merupakan deskripsi realita yang mempunyai ciri jami’ yaitu mencakup semua aspek yang dideskripsikan dan mani’ yaitu mencegah semua aspek yang tidak masuk dalam deskripsi tersebut. Bila mendeskripsikan Islam diluar aspek ajaran Islam maka akan timbul pemahaman yang kabur bahkan bisa melenceng dari ajaran Islam.
Dimensi-dimensi kebebasan didalam Islam
Kemudian penulis memaparkan tentang dimensi – dimensi kebebasan didalam Islam diantaranya :
- Dimensi kebebasan beragama.
Dalam hal ini saudara Sudirman Dianto, SH.I berargumentasi dengan dalil ayat Al-Quran, Tidak ada paksaan dalam beragama karena telah terang perbedaan antara kebenaran dan kesesatan.(QS.Al-baqarah:256). Memang benar tidak ada paksaan didalam Islam agar semua manusia memeluk agama Islam akan tetapi Islam menegaskan untuk menyerukan dakwah Islam kepada seluruh manusia agar dapat mentauhidkan Allah SWT. Sebagian orang salah dalam memahami ayat ini sehingga terjebak dalam pemahaman pluralisme agama. Yaitu bahwa semua agama itu benar, dan Islam bukanlah agama yang paling benar. Paham ini juga mengajarkan bahwa Islam memberi kebebasan kepada manusia untuk memeluk agama apa saja, dan agama apapun dapat mengantarkan pemeluknya kepada Surga Allah Ta’ala. Dengan demikian, menurut para pluralis, dalam Islam tidak ada konsep mu’min dan kafir. Seorang imam ahli tafsir yang terkemuka, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, para ulama berbeda pendapat tentang makna ayat ini dalam 6 pendapat diantaranya : Ada yang berpendapat bahwa ayat ini mansukh (dihapus). Karena Nabi SAW telah memaksa orang arab untuk masuk Islam dan memerangi mereka. Beliau tidak ridha kepada mereka hingga mereka masuk Islam”. Sulaiman bin Musa berkata, Ayat ini dinasakh (dihapus) oleh ayat : Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya” (QS. At Taubah: 73). Pendapat ini diriwayatkan pula dari Ibnu Mas’ud dan dari banyak ahli tafsir.
- Dimensi kebebasan berfikir
Penulis opini Islam dan kebebasan juga menyebutkan, maka dari itu sebenarnya hanya dengan kebebasan berekspresi khazanah pemikiran Islam dengan berbagai cabang ilmunya yang kaya dapat dihimpun. Tanpa kebebasan berfikir dan berekspresi semua itu mustahil akan menjadi warisan kebudayaan Islam. Dalam hal ini kita perlu memberi batasan yang jelas bahwa bukan hanya memikirkan dzat Allah SWT saja yang dilarang akan tetapi segenap pemikiran yang dapat merubah konsep pokok ajaran Islam adalah terlarang sebagaimana orang-orang liberal dengan semaunya dapat menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran secara bebas seperti tafsir Hermeneutika. Didalam Islam sangat dianjurkan seseorang mampu menjadi seorang tafaquh fiddin mulai dari level muqallid ‘am, muqallid muttabi’, mufti hingga menjadi seorang mujtahid yang mampu berijtihad.
- Kebebasan berpolitik
Selanjutnya penulis opini Islam dan kebebasan juga menyatakan tentang kebebasan berpolitik meliputi kebebasan berpartisipasi dalam pemerintahan dan kontrol terhadap kinerja pemerintah. Memang benar didalam Islam politik dan agama 2 perkara yang tidak dapat dipisahkan karena prinsip politik didalam Islam adalah mengurusi urusan masyarakat. Dalam hal ini yang perlu penulis kritisi adalah pernyataan, Islam sangat menekankan pentingnya suara rakyat banyak sebagai sumber legitimasi kekuasaan. Prinsip ini bukan dari prinsip politik Islam tetapi prinsip politik Demokrasi. Didalam politik Islam kedaulatan ada pada hukum syara’ sebab Allah SWT sebagai sang pencipta sekaligus pengatur kehidupan bukan ada pada suara mayoritas mengatas namakan rakyat. Pemimpin didalam Islam hanya menjalankan apa yang diperintahkan Allah SWT melalui Al-quran maupun Al-hadist.
Tidak ada kebebasan mutlak.
Setiap aktivitas individu dan kelompok akan dibatasi oleh aktivitas individu atau kelompok lainnya. Setiap individu dan kelompok tidak akan dapat secara bebas bertindak dan berbuat sesuai dengan keinginannya dimanapun. Dinegara-negara barat sekalipun yang menganut faham liberalisme, siapapun yang menginginkan dan menghendaki kebebasan mutlak hanyalah khayalan belaka. Di Barat sangat dikenal diskriminatif dan sangat tidak toleran. Di Amerika serikat berlangsung perjuangan kaum kulit hitam, beratus tahun berjuang mendapatkan hak-hak mereka. Bahkan di Barat umat Islam tidak bebas menjalankan keyakinannya seperti dilarang memakai hijab, memakai simbol islam dan mengumandangkan azan. Freedom of speech, freedom of expression dan freedom of the faith tak lain sebuah cara yang digunakan kaum talmud yang bertujuan agar golongan manusia lainnya yang bukan Yahudi bisa dijajah dan diperbudak. Disamping itu tujuannya hanyalah sebagai sarana menghancurkan golongan lain. Sebuah keyakinan yang tertanam kuat dan sudah menjadi keyakinan masyarakat barat yang disebut-sebut tentang kebebasan tak lain hanya kepalsuan belaka. Seperti belakangan di Indonesia pasca era reformasi bertebaran idesekularisme, liberalisme, pluralisme, sinkritisme, kesetaraan dan justice yang sejatinya semua itu hanyalah digunakan membongkar nilai-nilai mulia aqidah Islam. Wallahu a’lam