Sabtu , Desember 14 2024

Beda Nafkah dan Ihsan (kebaikan) dalam Rumah Tangga

suami-istri-500x330 JalanDakwah.info

Memberi nafkah kepada istri merupakan kewajiban “muhaddad” alias terukur menurut jumhur ulama. Artinya ada ukuran tertentu dalam memberikan besaran nafkah.

Pertanyaan berikutnya adalah berapa besaran nafkah tersebut?

Mayoritas pendapat mengatakan bahwa ukuran besar nafkah tersebut adalah pangan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, dalam arti tidak sampai kelaparan. Kemudian sandang (pakaian) yang memadai dalam arti dapat tertutup dengan baik aurat seorang istri dan ketika pakaian itu dicuci sang istri masih memiliki pakaian lain yang dapat menutup aurat nya. Dan terakhir adalah papan (tempat tinggal) yang layak huni, dimana ketika seseorang berada di dalam nya ia merasa terlindungi dari bahaya.

Apabila seorang suami tidak memberikan 3 hak tersebut, karena ia pelit terhadap harta nya maka istri diperkenankan untuk mengambil harta suami meski tanpa sepengetahuan nya sekedar ia mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari nya dan anak nya. Sebagaimana yang dilakukan oleh istri Abu Sofyan sesuai persetujuan Nabi Saw. Namun apabila suami tidak dapat memenuhi 3 hal tersebut karena ketidaksanggupan nya dan istri nya tidak ridho maka istri dapat mengajukan permintaan cerai. Dan apabila sang istri bersabar maka hal tersebut adalah kebaikan istri yang mendapatkan ganjaran besar di sisi Allah sebagai jalan menuju surga.

Adapun selain dari 3 hal tersebut di atas apabila diberikan kepada seorang istri maka dianggap sebagi ihsan (kebaikan) seorang suami kepada istri nya. Yang menjadi jalan bagi seorang suami meniti jalur menuju surga.

Apabila seorang suami telah memenuhi kebutuhan nafkah dasar istri, lalu istri nya tidak merasa puas akan hal tersebut maka ia telah berlaku “nusyuz” alias telah melakukan keburukan dalam rumah tangga.

Apabila istri tidak ingin berlaku “nusyuz” maka ia pun dapat mengajukan cerai dengan mengembalikan mahar yang telah diberikan oleh suami, sebagaimana yang dilakukan oleh Zainab istri Zaid r.huma.

Menentang suami, bersikap kasar, berkata buruk, tidak melayani kebutuhan utama suami merupakan sikap “nusyuz” yang wajib diperbaiki suami melalui sikap diam, nasehat hingga pukulan yang tidak menyakitkan. Dan apabila hal tersebut masih kerap terulang maka suami memiliki cukup alasan menceraikan istri nya. Namun apabila seorang suami tetap memilih bersabar seraya terus mengarahkan istri agar menjadi lebih baik maka hal itu merupakan kebaikan tambahan yang dapat membawa nya lebih cepat menuju surga.

Sungguh dalam berkeluarga ada banyak kebaikan dan jalan menuju surga, baik jalan yang berbentuk kenikmatan sehingga patut disyukuri atau berbentuk cobaan yang dengan penuh sabar dijalani. Hal inilah yang membuat Nabi Saw menganjurkan umat nya menikah dan mengatakan bahwa nikah adalah sunnahku.

(Pic : Credit to smstauhid)

Tentang Suryandi Temala Sipayung

Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Lhokseumawe Ketua Pokjaluh (Kelompok Kerja Penyuluh Agama) Islam Kota Lhokseumawe Aktif sebagai Da'i dan Pengajar di beberapa Pondok Pesantren Di Kota Lhokseumawe

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *