“Wahai Anak Adam, seandainya dosamu membumbung setinggi langit lalu engkau memohon ampunan kepada-Ku, pasti Aku ampuni semuanya. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan membawa kesalahan seluas bumi, lalu menemui-Ku dan tidak menyekutukan-Ku, pasti Aku mendatangimu dengan ampunan seluas bumi pula.” (HR. Tirmidzi).
Jangan mengira orang-orang beriman bebas dari ujian dan cobaan hidup. Setiap orang beriman pasti diuji keimanannya. Diantara orang beriman ada yang tergelincir karena tak kuat menahan godaan dan cobaan hidup. Ingat, Syaitan tak akan pernah berhenti menggoda manusia, karena syaitan adalah musuh manusia yang paling nyata.
Jangankan orang biasa, Adam dan Hawa pun pernah terusir dari Surga setelah terbujuk rayuan Syaitan dengan memakan buah khuldi. Kemudian Adam as memohon ampun selama 40 tahun. Seperti inilah doanya Nabi Adam as dengan penuh harap.
“Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Doa Nabi Adam dan Hawa ini mengandung banyak pelajaran, bahwa seseorang yang telah melakukan dosa, harus menyadari bahwa dosa itu adalah karena perbuatan dan kesalahanya sendiri, bukan kesalahan orang atau pihak lain. Nabi Adam tidak menyalahkan Iblis yang telah menggodanya, tapi dia menyalahkan dirinya sendiri.
Selain itu, doa Nabi Adam dan Hawa ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak berputus asa mengharap rahmat dan ampunan Allah. Iblis berputus asa dari ampunan Allah, hingga dia tidak mau lagi memohon ampunan dari Allah atas kesalahannya. Itulah bedanya iblis dengan Nabi Adam.
Harta-Tahta-Wanita
Ada ungkapan yang mengatakan, harta, tahta dan wanita adalah godaan manusia yang membuat orang-orang beriman futur dan tergelincir. Terjerumus dosa besar, baik yang ia sadari maupun tak disadari. Ketika orang beriman tergelincir, diantara mereka ada yang merasa hidupnya hancur, putus asa, dan dijauhkan dari masyarakat.
Belum lagi, kaum agamawan yang lebih memunculkan ayat ancaman dan hukuman keras, ketimbang memberi harapan dan membesarkan jiwa bagi orang-orang yang bertobat. Kaum agamawan acapkali mengucilkan kaum pendosa, ketimbang merangkul dan mendakwahkan kaum pendosa untuk kembali pada fitrahnya.
Itulah yang kisahkan Rasulullah Saw, seperti yang diriwayatkan Abu Sai Al-Khudri. “Dahulu, diantara Bani Israil terdapat seorang pria yang telah membunuh 99 manusia. Suatu hari, dia keluar untuk bertobat. Orang itu bertanya kepada seorang pendeta, “Apakah dosa saya terampuni jika bertobat?” Pendeta itu menjawab, “Tidak mungkin”. Orang itu lalu membunuh pendeta tersebut hingga genap menjadi 100 orang yang ia bunuh.
Pembunuh itu tadi kemudian terus berusaha mencari harapan dengan bertanya tentang kemungkinan dosanya terampuni. Kemudian bertemulah orang bijak seraya berkata kepadanya,”Jika ingin bertobat, datangilah negeri ini dan itu.” Dia pun menurutinya. Namun, di tengah perjalanan, ia meninggal. Malaikat rahman dan malaikat azab berdebat, memperebutkan lelaki yang ingin bertobat itu.
Kemudian Allah mewahyukan kepada negeri yang ditujunya seraya memerintahkan kepada kedua malaikat tersebut. “Ukurlah jarak antara dua negeri tersebut.” Didapati ternyata orang tersebut lebih dekat satu depa dengan negeri yang ditujunya. Hingga dosanya pun terampuni.
Dari kisah ini, hendaknya menjadi ibrah atau pelajaran. Orang yang tergelincir dan ingin bertobat itu bukan malah dijauhi, apalagi ditakuti-takuti. Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang mensucikan dirinya. Ingatlah firman Allah yang berbunyi:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
Suatu ketika Abu Musa Al-Asy’ari menghukum seorang yang minum khamar (miras) dengan menghitamkan wajahnyam mencukur rambutnya, dan memerintahkan agar orang-orang menjauhinya dan tidak berinteraksi dengannya.
Mendengar hal itu, Umar bin Khaththab ra berang dan mengancam Abu Musa. Apabila orang yang dihukum tersebut tidak dikembalikan hak-haknya untuk bergaul dengan sesama muslim yang lain, maka Umar akan menghitamkan wajah Abu Musa dan mencukur rambutnya. Akhirnya, orang tersebut kembali bisa berinteraksi dengan masyarakat.
Sesungguhnya, tobatnya orang-orang beriman yang tergelincir bisa membangkitkan rasa percaya diri dan menghapus dosanya. Seseorang pun kembali memperbarui keimanan dan keislamannya. Maka, dakwahilah mereka, besarkan jiwanya, dan berilah harapan yang besar bahwa Allah Maha Pengampun, Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Kasih Sayang Allah
Di keheningan malam, seorang pendosa bermunajat dan memohon ampun kepada Tuhan-nya dengan penuh harap dosa-dosanya terampuni, “Ya Rabb, meski dosaku menumpuk, tapi kusadar maafmu begitu luas. Jika yang boleh berharap kepada-Mu hanya orang-orang baik, lalu kepada siapa para pendosa mengharap dan berdoa? Tiada jalan bagiku, kecuali berharap. Meminta maaf-Mu dan aku berserah diri.”
Dalam buku berjudul “Tuntunan Tobat” yang ditulis oleh Muhammad Nabil Dhaif (Penerbit Istanbul), Allah melarang para hamba-Nya berputus asa dari rahmat dan ampunan-Nya, karena pintu tobat selalu terbuka, kapan saja. Allah selalu menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya. Dia tidak menginginkan kehinaan dan kezaliman menimpa hamba-Nya.
Allah pun menangguhkan siksa para hamba agar mereka mau bertobat. Jika mereka bertobat, maka Allah akan menerimanya dengan memberi ampunan, meski dosa-dosanya membumbung setinggi langit dan membentang seluas bumi.
Dalam hadits qudsi, dari Anas bin Malik, dia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman, “Wahai Anak Adam, sungguh jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, pasti akan Aku ampuni dosa yang telah engkau perbuat dan Aku tidak memedulikannya.
“Wahai Anak Adam, seandainya dosamu membumbung setinggi langit lalu engkau memohon ampunan kepada-Ku, pasti Aku ampuni semuanya.”
“Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan membawa kesalahan seluas bumi, lalu menemui-Ku dan tidak menyekutukan-Ku, pasti Aku mendatangimu dengan ampunan seluas bumi pula.” (HR. Tirmidzi).
Allah bahkan lebih mendahulukan kasih sayang dan ampunan-Nya daripada azab-Nya. Itulah sebabnya, Allah memerintahkan agar para pendakwah memberi kabar gembira pada orang yang tobat, sebagaimana firman Allah:
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih.” (QS. Al Hijr: 49-50).
Diantara bukti kasih sayang Allah, Dia membiarkan hamba-Nya melakukan dosa dan kesalahan, sedang Dia melihat dan mengetahuinya. Allah kemudian memberi kesempatan hambanya untuk bertobat, bahkan tetap memberi limpahan rahmat nikmant dan rahmat.
Berbeda dengan alam yang menyaksikan perbuatan maksiat manusia. Langit dan bumi memohon pada Rabb-Nya agar segera menurunkan bencana. Tetapi Allah menjawab, “Biarkan Aku sendiri yang mengurus hamba-hamba-Ku. Andai kalian yang menciptakan mereka, pastilah kalian akan menyayangi mereka.”
Subhanallah, betapa sayangnya Allah, meski Dia mengetahui apa yang dilakukan hamba-hambanya. Diantara tanda sayangnya Allah adalah satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat pahalanya. Sedangkan satu keburukan hanya dicatat satu keburukan saja.