Sabtu , Desember 14 2024

Gubernur (Wali) Dalam Sistem Politik Islam

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Pelajaran Hadist Hari Ini :

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,

أَلاَ مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ، فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئاً مِنْ مَعْصِيَةِ اللّهِ، فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللّهِ، وَلاَ يَنْزِعَنَّ يَداً مِنْ طَاعَةٍ

Artinya : Ingatlah! Siapa saja yang telah diangkat atas dirinya seorang wali, lalu ia melihat wali itu melakukan sesuatu berupa kemaksiatan kepada Allah, hendaklah ia membenci wali itu karena kemaksiatannya kepada Allah, namun ia tidak boleh mencabut tangan dari ketaatan kepadanya/melakukan pemberontakan.(HR.Muslim).

Note : Assalamu’alaikum Wr.Wb. Saudaraku seiman, Segala puji hanyalah milik Allah SWT. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, para keluarganya, sahabat – sahabatnya dan ummatnya yang istiqomah diatas sunnahnya hingga hari kiamat. Tausiyah group BBM dan WA pagi ini akan membahas tentang Wali atau Gubernur dalam sistem politik Islam agar kita mengenal dan memahami sistem politik didalam Islam.

Jadwal pemilihan kepala daerah serentak semakin dekat. Komisi pemilihan umum (KPU) telah menetapkan jadwal pemilihan langsung kepala daerah mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten dan kota. Rangkaian pelaksanaan pilkada serentak dimulai pada tanggal 9 Desember 2015 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Pilkada selanjutnya digelar pada Februari 2017 di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Pada Juni 2018, akan digelar pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota. Masing – masing pasangan calon kepala daerah aktif melakukan manuver dan lobi – lobi politik, menawarkan program kerja dengan janji – janji manis yang menggiurkan, tebar pesona dan pencitraan diri demi meraih simpatik masyarakat. Team sukses pun menggalang kekuatan untuk satu tujuan yaitu memenangkan pasangan calon yang diusung. Biaya politik pesta Demokrasi masih dalam level pertarungan kepala daerah cukup mahal hal ini berpotensi kelak bila terpilih akan melakukan korupsi. Para pengamat politik memperkirakan calon bupati/walikota menghabiskan dana Rp.2,5 miliar, Sedangkan biaya yang dihabiskan calon gubernur berkisar Rp.5 miliar hingga Rp.100 miliar. Bahkan ada pasangan Cagub dan Cawagub yang membelanjakan dana hingga lebih dari Rp.500 miliar agar bisa menang. Pilkada serentak juga memakan biaya yang tidak murah. Menurut Kementerian Dalam Negeri, total anggaran untuk menggelar pilkada di 269 daerah mencapai Rp 6,7 triliun. Suatu nilai nominal rupiah yang tidak kecil untuk memilih dan menetapkan pasangan calon pemimpin kepala daerah bila dibandingkan dengan anggaran program pengentasan kemiskinan. Apakah sistem pilkada langsung ini telah berhasil melahirkan sosok pemimpin yang adil dan amanah yang dapat mensejahterakan rakyat?

 

Gelar Kepala Daerah Didalam Islam

 

Sulthan merupakan istilah bahasa Arab yang berarti Sultan, raja, penguasa, keterangan atau dalil. Sultan kemudian dijadikan sebutan untuk seorang raja atau pemimpin muslim yang memiliki suatu wilayah kedaulatan penuh yang disebut “Kesultanan”. Dalam bahasa Ibrani “Shilton” atau “Shaltan” berarti wilayah kekauasaan atau rezim.(http//id.wikipedia.org/wiki/sultan). Sulthan berbeda dengan Khalifah yang dianggap sebagai pemimpin untuk keseluruhan umat Islam. Gelar Sultan biasanya dipakai sebagai pemimpin kaum muslimin untuk bangsa atau daerah kekuasaan tertentu saja atau sebagai raja bawahan atau gubernur bagi khalifah atas suatu wilayah tertentu.(Ensiklopedi Islam, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid 4 hal 291, 2011). Berdasarkan sunnah Rasulullah SAW dan ijmak sahabat dapat diketahui bahwa wali (gubernur) dan ‘amil (setingkat bupati/walikota) ditunjuk dan diangkat oleh seorang Khalifah atau Imam. Al-imam Ibnu Hazm rahimahullahu menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mengangkat para wali dan ‘amil. Diantara wali dan ‘amil yang diangkat : Muadz bin jabal r.a diangkat menjadi wali di Yaman, Uttab bin usayd r.a untuk wali di Makkah, Amr bin ash r.a wali di Oman Utsman bin Abu Al-ash Ats-tsaqafi r.a untuk wali di Thaif dsb.(Kitab Jawami’ As-sirah pada topik Umara’uhu shallallahu ‘alaihi wa sallam hal 23-24).

Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai pejabat pemerintah untuk suatu wilayah Provinsi. Negri yang diperintah oleh negara Khilafah dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut wilayah. Setiap wilayah dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut imalah. Karena para wali adalah penguasa maka mereka harus memenuhi syarat – syarat sebagai penguasa yaitu : harus seorang laki – laki, muslim, baligh, berakal, merdeka, adil dan memiliki kemampuan. Wali tidak diangkat kecuali oleh Khalifah. Dasar adanya jabatan Wali adalah perbuatan Rasulullah SAW karena beliau yang telah mengangkat para wali untuk berbagai negri. Rasulullah SAW mengangkat Muadz bin Jabal r.a sebagai wali diwilayah Janad, Abu Musa Al-ash’ari r.a sebagai wali diwilayah zabid dan ’Adn. (Ref : Kitab Ajhizah Ad-daulah Al-khilafah hal 119).

Pengangkatan Wali atau Gubernur dan ‘Amil atau Bupati didalam Islam langsung dipilih langsung oleh Khalifah bukan dipilih oleh rakyat. Tentunya pilihannya harus memenuhi kriteria pemimpin sesuai dengan hukum syara’ bukan atas dasar kepentingan penguasa. Bila seorang Khalifah mengangkat seorang Wali atau Gubernur yang tidak berkompeten maka ada Majelis ummat sebagai lembaga representatif ummat untuk mengoreksi dan mengontrol Khalifah didalam menjalankan tugas – tugas nya sehingga ia dapat menggantinya dengan yang lebih baik.

 

Wallahu a’lam

 

By : Tommy Abdillah

Tentang Tommy Abdillah

Founder Majelis Ilmu Ulin Nuha, Founder Rumah Tahfidz Al-Quran Ulin Nuha Medan, Praktisi Ruqyah Syar'iyyah As-syifa' Medan, Admin Taushiyah Group Whatsapp, Penulis buku Taushiyah Group BBM, Taushiyah Senja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *